(greschoj/sxc.hu)
Oleh: Arli Aditya Parikesit*
KOMPAS.com -
Bioinformatika berhutang dengan ilmu biologi molekuler dan teknik informatika atas segala perkembangannya. Namun, pada akhirnya ia menjadi semakin multidisipliner, karena berinteraksi dengan ilmu lain. Bagaimanakah itu?
Bioinformatika adalah ilmu multidisipliner
Salah satu analogi yang sering digunakan untuk menggambarkan Bioinformatika adalah dengan menjadikan manajerial kantor sebagai role model
.
Jika kita perhatikan sebuah kantor, maka ada beberapa bagian yang menopang manajerialnya, seperti personalia, keuangan, administrasi, supply chain
, dan lainnya. Walaupun semua itu komponen yang berbeda, namun bekerja sinergis dalam manajerial suatu kantor.
Bioinformatika juga dapat dianalogikan sebuah kantor, yang memiliki berbagai komponen yang bekerja secara sinergis. Satu komponen dengan lainnya berhubungan dengan erat.
Sebagai ilustrasi, ilmu bioinformatika bertugas untuk menyelesaikan problem biologis, sehingga diperlukan daya komputasi yang dapat mem-"break down
" problem biologis menjadi komponen yang dapat diselesaikan secara simultan. Pembangunan daya komputasi tersebut, tentu saja memerlukan keterampilan yang sangat baik dalam teknik informatika.
Software development
Bioinformatika menempati porsi yang cukup dominan dalam publikasi ilmiah yang top tier dan memiliki impact factor tinggi, seperti di BMC Bioinformatics, Oxford Bioinformatics, dan PloS Computational Biology. Oleh karena itu, Bioinformatika sudah dari episteme awalnya adalah sebuah wacana multi-disiplin.
Bioinformatika dengan ilmu-ilmu lain
Dalam perkembangannya pada riset tingkat Universitas, ternyata bioinformatika tidak hanya bersentuhan dengan teknik informatika dan biologi molekuler saja. Ternyata, sudah banyak research group
dari latar belakang keilmuan yang sangat berbeda dari kedua ilmu tersebut, sudah mengadopsi bioinformatika sebagai bagian dari agenda riset mereka. Sebut saja, Ilmu Farmasi, Kedokteran, Kimia, dan Teknik.
Ilmu Kimia adalah bagian yang sangat dekat dengan Bioinformatika, sehubungan ilmu biologi molekuler juga dipelajari di Departemen Kimia. Ilmu kimia mempelajari interaksi molekuler dan perubahan energi yang menyertainya, dan hal ini juga dapat dipelajari melalui bioinformatika. Ekpresi genetik, protein, transkriptomik, dan epigenomik dapat juga dipelajari sejauh mana interaksi biokimiawi yang mendasarinya. Sehingga, output
dari penelitian komputasi kimia ini dapat digunakan sebagai informasi awal untuk penelitian yang lebih bersifat terapan.
Ternyata, ilmu kimia memiliki saudara kandung yang juga sangat dekat kekerabatannya, yaitu ilmu Farmasi. Sebagai ilmu yang bertanggung jawab untuk mengembangkan agen terapetik dan preventif untuk berbagai penyakit, ilmu farmasi juga dapat menggunakan ilmu bioinformatika untuk riset tingkat lanjutan. Informasi awal yang telah dikumpulkan oleh ilmu kimia, dapat digunakan oleh ilmu Farmasi untuk mengembangkan obat atau vaksin cerdas (rational design
), yang dibantu pengembangannya dengan ilmu bioinformatika. Ilmu Farmasi tetap dapat menggunakan daya komputasi bioinformatika yang luar biasa, untuk mempelajari interaksi obat dan vaksin dengan sistim biologis.
Bioinformatika juga dapat dimanfaatkan oleh ilmu Kedokteran dasar. Pengumpulan sampel dari pasien, untuk kemudian digunakan dalam eksperimen biologi molekuler, sangat memerlukan peran dokter yang juga menguasai ilmu biomedik. Seperti biasa, data yang dihasilkan oleh eksperimen tersebut dapat diolah menjadi informasi berguna oleh ilmu bioinformatika. Pada akhirnya, pengolahan data eksperimen laboratorium ini akan sangat berguna sebagai informasi awal untuk memasuki uji klinis.
Di sisi lain, Ilmu Teknik juga dapat berperan dalam pengembangan bioinformatika. Proses produksi agen terapetik dan preventif memerlukan simulasi komputasi, di mana bioinformatika dapat digunakan untuk itu.
Sajian ini menunjukkan, bahwa ilmu bioinformatika memang tidak dapat disentralisasi kepada satu ilmu atau satu kelompok saja, namun ia seyogyanya dimanfaatkan oleh kepentingan banyak kelompok, dalam rangka memberikan hasil yang baik untuk peningkatan taraf kesehatan pasien.
Kolaborasi nasional atau internasional, dalam bentuk konsorsium yang anggotanya memiliki berbagai latar belakang keilmuwan, memang sangat dimungkinkan dalam penelitian bioinformatika. Semoga kolaborasi semacam itu juga bisa terwujud di Indonesia agar kita jangan tertinggal lagi.
(Dok. Pribadi)
*Tentang Penulis: Dr.rer.nat Arli Aditya Parikesit adalah alumni program Phd Bioinformatika dari Universitas Leipzig, Jerman; Peneliti di Departemen Kimia UI; Managing Editor Netsains.net; dan mantan Koordinator Media/Publikasi PCI NU Jerman. Ia bisa dihubungi melalui akun @arli_par di twitter, https://www.facebook.com/arli.parikesit di facebook, dan www.gplus.to/arli di google+.
View the original article here
Tidak ada komentar:
Posting Komentar