Minggu, 25 Agustus 2013

Ketergantungan akan Sapi Ekspor Australia Tetap Tinggi

BRISBANE, KOMPAS.com — Ketergantungan Indonesia terhadap sapi ekspor dari Australia akan tetap tinggi dalam tahun-tahun mendatang karena investasi di bidang peternakan tidak bergerak signifikan dalam lima tahun terakhir. Demikian juga dengan perdagangan sapi hidup langsung dari Australia juga tidak akan banyak berkurang karena investasi di Indonesia oleh Australia masih sangat kecil.

Dua fakta tersebut terungkap dalam Pertemuan Perdagangan dan Investasi Sapi Indonesia-Australia yang berlangsung selama dua hari di Brisbane (Queensland), 22-23 Agustus.

Menurut Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan, investasi di bidang peternakan sapi baik yang dilakukan PMA dan PMDN sejauh ini hanya berjumlah  Rp 117 miliar. Angka ini jauh lebih kecil dari investasi di bidang tanaman pangan dan perkebunan yang mencapai Rp 11 triliun. Dengan demikian investasi asing di bidang peternakan hanya memberikan kontribusi sekitar 1,04 persen dari total investasi pertanian.

Sementara itu, menurut Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal BKPM Himawan Hariyoga, Indonesia juga hanya berada di urutan 19 dari tujuan investasi Australia di bidang ternak sapi hidup, dengan nilai 25 juta dollar.

Menurut rilis KBRI di Canberra yang diterima koresponden Kompas.com di Australia, L Sastra Wijaya, forum selama dua hari itu dihadiri oleh pejabat tinggi kedua negara seperti Menteri Pertanian Australia Joel Fitzgibbon, anggota parlemen Bob Katter, Menteri Pertanian Negara Bagian Queensland John McVeigh, dan Menteri Pertanian pihak oposisi di Queensland, John Cobb. Forum itu diikuti 150 peserta pelaku industri sapi, perwakilan pemerintah, dan asosiasi terkait, serta perwakilan dari daerah yaitu dari Provinsi Papua, NTT, dan Lampung Selatan.

Hubungan ekspor sapi Australia ke Indonesia terganggu di tahun 2011 setelah adanya laporan penyembelihan tidak "hewani" di beberapa rumah jagal di Indonesia. Australia sempat menghentikan ekspor sapi, tetapi Indonesia kemudian menurunkan kuota besar-besaran. Tindakan ini kemudian menimbulkan dampak ekonomi di masing-masing negara. Di Australia banyak peternak mengalami kesulitan ekonomi karena tidak bisa menjual ternak mereka. Sementara di Indonesia, harga daging melonjak tinggi.

Pertemuan semacam ini sekarang digunakan untuk mencari titik temu, seperti yang dikatakan oleh Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi bahwa Indonesia menghendaki Australia melakukan langkah-langkah konkret tidak hanya sebatas perdagangan, tetapi juga investasi dan kerja sama konkret lainnya.


View the original article here

Tidak ada komentar:

Posting Komentar