Minggu, 25 Agustus 2013

Peneliti Harus Mampu Berkomunikasi dengan Publik


JAKARTA, KOMPAS.com - Thomas djamaluddin, profesor riset dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang Jumat (23/8/2013) hari ini menerima penghargaan Sawrwono Prawirohardjo dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menekankan pentingnya kemampuan komunikasi publik peneliti.

Thomas mengatakan, salah satu pencapaian yang berhasil diraihnya selama menjadi peneliti astronomi sejak 1987 adalah komunikasi publik dalam tulisan populer di media massa maupun media sosial. Thomas menulis 100 artikel astronomi di media massa dan banyak tulisan pendek di blog-nya.

"Saya selalu menikmati berbagi ilmu dalam bahasa awam. Saya berprinsip, sebagai peneliti kita harus bisa berkomunikasi dengan publik dengan memberikan informasi yang mencerdaskan, menjelaskan, dan mengingatkan," kata Thomas dalam orasinya saat menerima penghargaan.

Informasi mencerdaskan, kata Thomas, adalah informasi yang memberi pengetahuan baru bagi publik. Dalam bidangnya, Thomas banyak memberikan informasi tentang misi ke Mars, pencarian kehidupan di Mars maupun tempat lain seperti Europa, satelit Jupiter.

Sementara, informasi yang menjelaskan adalah yang mampu menjawab keingintahuan publik, seperti tentang badai Matahari. Informasi yang bersifat mengingatkan adalah yang mampu memberikan prediksi, baik yang bersifat populer seperti fenomena alam ataupun yang penting seperti potensi perbedaan hari raya.

Lewat komunikasi publik, peneliti mampu membangun kesadaran masyarakat akan isu tertentu, mengajak masyarakat untuk juga ikut berpikir dan berpendapat. Dengan demikian, kepakaran peneliti mampu memberi dampak lebih pada masyarakat.

Thomas sendiri dalam perjalanan karirnya urut membangun kesadaran akan pentingnya penyatuan hari raya umat Islam. Seperti diketahui, jatuhnya Ramadan dan Lebaran saat ini sering berbeda akibat dikotomi hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan) hilal.

Dalam isu penyatuan hari raya, Thomas turut meramaikan diskusi publik lewat tulisan di media massa dan diskusi terbatas dengan organisasi keagamaan seperti nahadtul Ulama (NU) dan Muhammadyah. Penyatuan hari raya memang belum tercapai namun setidaknya lewat komunikasi publik masyarakat memahami akar permasalahannya.


View the original article here

Tidak ada komentar:

Posting Komentar